Anggrek bersifat hermaphrodit, yaitu pollen (serbuk sari) dan putik terdapat didalam satu bunga, sedangkan sifat kelaminnya adalah monoandrae (kelamin jantan dan betina terletak pada satu tempat) sehingga anggrek termasuk tanaman yang mudah mengalami penyerbukan. Penyerbukan dapat terjadi secara tidak sengaja oleh alam, misalnya serangga. Jatuhnya serbuk sari ke kepala putik akan menyebabkan terjadinya penyerbukan, proses ini lebih mudah terjadi pada tipe bunga anggrek yang memiliki zat perekat pada putiknya (discus viscidis). Bunga anggrek yang tidak memiliki zat perekat disebut polinia, sedangkan bunga anggrek yang memiliki perekat disebut polinaria.
Persilangan dilakukan dengan membuka alat kelamin bunga (gymnostemium) anggrek. Lidi atau tusuk gigi ditempelkan pada lempeng perekat di putik bunga, kemudian digunakan untuk mengambil pollen. Pollen diletakkan di kepala putik (stigma). Persilangan yang diikuti dengan penyerbukan diakhiri dengan membuang lidah bunga untuk menghindari serangga menggagalkan penyerbukan, dan memberikan label pada hasil persilangan tersebut.
Persilangan buatan yang dilakukan antar genus hanya baik dilakukan untuk bunga dengan tipe pollen yang sama, yaitu antara polinia-polinia (misal: Cattleya dengan Dendrobium) atau polinaria-polinaria (misal: Vanda dengan Phalaenopsis). Selain itu, faktor kesesuaian (compatibility) juga menentukan factor keberhasilan dalam proses penyerbukan.
Pemilihan tanaman induk tentunya disesuaikan dengan hasil yang diinginkan dalam suatu proses persilangan. Secara garis besar tanaman induk harus sehat, yang dicirikan dengan penampilan fisik segar, hijau, tumbuh tegak, kuat dan kokoh.
Untuk dapat menghasilkan persilangan yang diinginkan, maka perlu diketahui sifat-sifat yang dimiliki oleh tanaman induknya. Sifat-sifat ini ada yang bersifat dominan (sifat yang kuat dan menonjol) dan sifat-sifat yang tidak nampak (resesif, misalnya keawetan bungan dan proses pembungaannya. Sifat-sifat yang diturunkan oleh induk dari hasil persilangan F1 (keturunan pertama) dapat bersifat dominan, resesif ataupun dominan tidak sempurna yaitu mempunyai sifat antara kedua induk (parental). Dalam menghasilkan persilangan yang berkualitas, maka perlu diketahui hukum-hukum keturunan yang dikemukakan oleh Mendel, yaitu:
- Hukum Dominansi ; apabila tanaman A bersifat dominan terhadap tanaman B, hasil persilangan A x B maka F1-nya akan menyerupai A
- Hukum Segregasi (hukum Mendel) ; jika tanaman B dan C mempunyai sifat dominan tidak sempurna maka F1 akan mempunyai sifat campuran antara sifat tanaman B dan C. Apabila F1 dilakukan penyerbukan sendiri, maka keturunan F2-nya kemungkinan 50% bersifat BC, 25% bersifat B, dan 25% bersifat C
- Hukum Dominansi Bebas ; jika tanaman D dan E bersifat dominant sempurna, maka keturunan F1 akan sama dengan induknya, namun pada keturunan F2 akan terjadi pemisahan sifat, yaitu sifat-sifat yang baik akan diturunkan terpisah dengan yang tidak baik. Pada hokum ini akan timbul kesulitan jika terjadi linkage dari gen-gen pembawa sifat.
- Linkage ; merupakan peristiwa yang menyalahi ketiga hukum diatas, yaitu apabila semua gen penyandi sifat yang berbeda terdapat dalam satu kromosom, sehingga sifat-sifatnya selalu diturunkan bersama-sama.
Di Indonesia pada umumnya persilangan anggrek lebih mengarah untuk menghasilkan warna bunga yang menarik, untuk itu sangatlah perlu diperhatikan zat-zat dan organel pembentuk warna pada bunga yaitu:
- Anthocyanin, merupakan zat larut dalam cairan sel (sitoplasma). Zat ini menimbulkan warna merah muda, merah tua, dan biru. Warna-warna ini sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan cairan sel, bila pH rendah akan muncul warna merah, sedangkan bila pH tinggi akan muncul warna biru.
- Anthoxanthin, merupakan zat kimia organik yang juga larut dalam sitoplasma. Zat ini menimbulkan warna kuning muda hingga kuning tua. Jika anthoxantin berada bersama-sama dalam sitoplasma, maka kedua warna tersebut dapat tercampur. Perubahan warna ini dikenal dengan sebutan ko-pigmentasi
- Plastida pembawa pigmen warna berbentuk butiran, sehingga tidak larut dalam sitoplasma seperti pigmen yang lain. Pigmen dari plastida akan nampak jika anthocyanin dan anthoxanthin tidak larut dalam sitoplasma.
Albinisme yang terjadi pada bunga anggrek seringkali memberikan suatu nilai komersial yang tinggi. Albinisme umumnya terjadi jika warna yang muncul tidak sesuai dengan kaidah keilmuan dalam genetika tanaman. Hal ini dikarenakan adanya faktor gen atau kromogen yang bersifat resesif atauupun resesif keduanya.
Perkawinan suatu tanaman akan menghasilkan tanaman baru dengan kromosom genap (diploid = 2n).
- An x Bn = monoploid/haploidAB2n = diploidContoh : bunga warna putih (jantan) disilangkan dengan warna merah muda (betina)Jantan : AABetina : BBKemungkinan terjadi :AA —- 1 (25%)AB —- 2 (50%)BB —- 1 (25%)
- (jantan) AABB x (betina) aabbAB x abKemungkinan hasilnya :-AaBb Keterangan : A = merah muda-Aabb B = Bunga besar-AaBB a = Bunga kecil-AABb b = putih-AAbb-AABB-aaBb-aabb-aaBB
Teknik penyilangan anggrek mudah dipelajari, namun tingkat keberhasilan penyilangan tersebut ditentukan oleh banyak aspek, antara lain waktu penyilangan, umur bunga betina, mutu bunga jantan sebagai penghasil pollen, dan yang tidak kalah pentingnya adalah factor keuletan dan pengalaman penyilang itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar